PSEKP Kementan Menyelenggarakan Stakeholders Meeting “Akselerasi Program Peremajaan Sawit Rakyat”
Bogor-Kerjasama antara Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) Kementerian Pertanian dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terkait dengan kajian “Akselerasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) terhadap Peningkatan Efisiensi Biaya dan Daya Saing Kelapa Sawit” bertujuan untuk membahas kebijakan akselerasi program PSR, strategi untuk peningkatan efisiensi dan daya saing kelapa sawit, dan menjaring informasi dari pemangku kepentingan dan stakeholders dalam perumusan rekomendasi kebijakan.
Kegiatan secara hybrid dihadiri oleh 181 peserta, yang bertempat di Auditorium Dr. Ismunadji, Bogor. BSIP Sulawesi Barat juga hadir sebagai peserta Stakeholders Meeting. Narasumber dari berbagai kalangan, baik dari Kementerian, Asosiasi Kelapa Sawit dan Akademisi, yaitu PSEKP-Kementan, Badan Pengelola dana Perkenunan Kelapa Sawit, Direktorat Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Dirjen Perkebunan- Kementan, Direktorat Landreform Ditjen Penataan Agraria-Kementerian ATR/BPN, Direktorat Pengukuran dan Penatagunaan Kawasan Hutan Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR, dan Universitas Syiah Kuala Provinsi Aceh, sedangkan Keynote Speech sekaligus membuka acara Stakeholders Meeting oleh Sekjen Kementan, Dr. Ali Jamil. Sebagai penanggap pada acara tersebut adalah Komite Litbang BPDPKS, Prof. Dr. Bustanul Arifin dan Kepala BSIP NTB, Dr. M. Saleh Mokhtar. Kepala PSEKP, Dr. Sudi Mardianto dalam sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi antar Lembaga guna memahami tantangan dan peluang industri kelapa sawit serta antisipasi potensi over supply dan dampaknya pada kesejahteraan petani.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan suatu rekomendasi kebijakan yang kuat dalam strategi inplementasi PSR dan mendorong pemahaman bersama antara Kementerian untuk kemajuan industri kelapa sawit. Hasil rumusan Stakeholders Meeting antara lain : (1) Program Peremajaan Kelapa Sawit telah dilaksanakan sejak tahun 2017, untuk mendorong peremajaan Perkebunan sawit milik masyarakat, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 39 Tahun 2019 tentang Perkebunan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing kelapa sawit rakyat, sambil mengatasi tantangan Pembangunan ramah lingkungan di Tingkat internasional. PSR dirancang untuk membantu pekebun rakyat memperbarui kebun mereka agar lebih berkelanjutan dan berkualitas, serta mengurangi resiko pembukaan lahan ilegal, dengan memenuhi 4 unsur utama yaitu legalitas, peningkatan produktivitas, sertifikasi ISPO, dan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan; (2) Realisasi pelaksanaan program PSR masih rendah dengan capaian 31,15% dari target 925.780 ha pada Oktober 2024, sehingga diperlukan strategi yang lebih efektif untuk mempercepat pelaksanaan dan pencapaian target 180.000 ha per tahun. (3) Untuk meningkatkan efisiensi teknis dan biaya bagi petani PSR, diperlukan akselerasi program PSR melalui pendampingan intensif yang mengacu pada responden yang telah mencapai efisiensi di atas 0,8 serta sosialisasi sertifikasi ISPO dan RSPO dengan kemudahan akses terhadap input penting seperti pupuk dan bibit berkualitas; (4) . Perluasan pasar captive melalui skema kemitraan untuk mendukung skema regular dapat meningkatkan pencapaian target PSR, termasuk plasma berpotensi besar. Program PSR perlu diintegrasikan dengan inisiatif lain, seperti Bantuan Peralatan dan Pengembangan SDM untuk mendukung petani swadaya, dan (5) Saran lainnya adalah petani sawit Indonesia perlu memiliki organisasi yang terstruktur untuk mendukung keberlanjutan dan efisiensi usaha. Penguatan kelembagaan pekebun melalui korporasi pekebun dan kepemilikan saham di pabrik kelapa sawit juga penting untuk meningkatkan control atas produksi dan distribusi, serta memperkuat posis tawar pekebun dalam kemitraan dengan Perusahaan besar.
Hambatan administrasi, legalitas lahan, dan kendala operasional seperti kesiapan bibit dan pencairan dana merupakan penyebab rendahnya realisasi PSR. Legalitas lahan termasuk keberadaan kebun sawit di kawasan hutan atau tanpa sertifikat, serta syarat pendanaan yang ketat merupakan faktor penghambat akselerasi PSR. Meskipun pemerintah telah melakukan regulasi kebijakan dan peraturan PSR, namun hasilnya belum optimal, sehingga diperlukan kordinasi yang lebih intensif dengan stakeholders, penguatan peran BUMN, pendampingan yang lebih efektif, dan pelatihan terhadap alokasi dana BPDPKS untuk sapras dan penyediaan bibit.